MIMPI DAN ABADI





Dimanakah mimpi? Akankah abadi? Adakah tempat bernaung agar mimpi dan abadi menjadi satu? Ataukah mimpi dan abadi terletak beribu-ribu mil jauhnya? Terpisah pada singasana mereka masing-masing?

Entahlah.

Aku tetap berjalan pada tepian ombak yang perlahan lemah mendekatiku. Menjadi buih lalu kembali menjauh.

Kembali menjauh.

Aku menengadahkan kepala dan memejamkan mata, perlahan menghirup udara begitu dalam berharap langit yang begitu rupawan terhirup masuk ke dalam ragaku yang masih hina ini.

Mimpi.
Sekali lagi aku bermimpi.

Aku pun membuka perlahan mata ini, mencoba terbangun dari mimpi sesaat atau mungkin mimpi yang bodoh. Aku mulai memandang bentangan indah yang menghunus resah. Sekelumit langit yang terhangatkan awan putih, pulau tak berpenghuni di ujung sana, silau matahari yang memalingkan mata ini.

Sungguh
Langit tak pernah terpisah dari keindahan
Meski berkali-kali kenyataan ini menyakitkan
Karena langit tak pernah bercelah untukku.

Aku pun membiarkan angin mengacaukan rambutku. Desiran angin takkan mengusik pandanganku. Aku memandang lurus ke depan, enggan berpaling

Terlihat...
Sekelumit langit yang terhangatkan awan putih,
Serupa mimpi
Pulau tak berpenghuni di ujung sana,
Kesepian yang abadi
Kenapa kalian tampak menyatu?
Apakah di ujung sana mimpi dan abadi menjadi satu?
Menjadi satu?

Tanya yang bersenandung dalam benakku terusik oleh deburan ombak yang menggoda mataku untuk berpaling. Aku melihat ke bawah. Ombak yang menyapa dengan gagahnya perlahan menjadi buih lalu menjadi surut.

Apakah niatku untuk menyatukan mimpi dan abadi akan surut?
Tidak, tidak akan.
Tidak akan pernah.

Butir-butir pasir yang menutupi kakiku yang ragu berpijak pun ikut surut bersama ombak itu. Kakiku, kakiku terasa begitu lemah, semakin ragu berpijak pada kenyataan ini, semakin tergoda mengikuti ombak itu. Ombak itu terlihat kembali ke tengah laut. Apakah ombak itu memanggil kakiku yang ragu berpijak untuk beranjak ke tengah laut? Lalu terhanyut ke tempat itu? Tempat dimana mimpi dan abadi bersatu. Terkisah rindu meski pilu.

Aku pun kembali merasakan euforia ini
Ingin berpisah dari hamparan kenyataan yang membosankan
Ingin bernaung pada hamparan mimpi yang abadi
Agar aku bisa bermimpi tentangmu selamanya
Selamanya.

Aku pun mengangkat terusan yang berkali-kali terbasahi oleh ombak yang biadab. Aku pun berjalan perlahan untuk mencapai tempat itu. Aku tahu ombak akan menghempasku berkali-kali. Aku tahu mentari akan wafat dengan bejatnya. Bahkan aku sangat tahu, aku akan terhunus waktu dalam kegelapan di tengah lautan ini sebelum mencapai tempat itu. Benakku rapuh tersentak, aku tidak boleh menyerah, hanya pada tempat itu aku akan selalu bermimpi tentangmu, karena pada hamparan kenyataan ini aku sangat tahu

Kau bukan milikku lagi.
Kau menjadi miliknya lagi.

Angin dingin mulai mempertanyakan ingin. Ingin terus berjalan? Ingin terus berlari? Ingin kembali? Enggan. Aku tidak akan kembali. Aku akan mencapai tempat itu. Seutuh keyakinan yang takkan rapuh.

Aku berjalan semakin cepat ke tengah laut, berusaha berlari meski terlihat konyol. Deburan ombak menghempasku berkali-kali bahkan percikan buihnya mengenai wajahku, sempat menghalangi pandanganku tapi tak akan menghalangi inginku. Aku ingin ke tempat itu. Dimana aku bisa mendekapmu dengan kemilau sayapku. Mimpi yang abadi.

Matahari yang oranye menyala membagi sinarnya pada lukisan awan putih. Sinarnya terbias sebagai lukisan langit oranye dengan garis emas yang tidak teratur tapi tetap terasa indah. Aku telah melangkah sekuat mungkin tapi senja tak berpihak padaku, bahkan sang waktu berputar lebih kuat dari langkahku. Langkahku terhenti mati. Matahari meninggalkan tempatku terhenti. Senja pun menjadi lukisan lapuk yang biadab. Sang bulan dengan samar mulai menyuguhkan rupanya yang putih pudar. Sang bintang berkelip mungil dengan cahaya yang miskin.

Hentikan.
Hentikan lukisan langit yang biadab ini
Aku benci malam dengan kegelapan yang kelam
Mimpi atau abadi belum sempat tersentuh
Kenapa aku berdiri pada kegelapan yang pekat?

Aku menatap pemandangan di sekelilingku. Sepi menanti, mati tertatih. Desiran angin terasa lebih dingin dari sebelumnya atau apakah semangat ini yang mulai mendingin? Tak lagi membara? Sepi terusik deburan ombak yang semakin bejat, bejat menghempasku.

Pulau yang tak berpenghuni dan lukisan langit yang terhangatkan awan putih tak lagi terlihat, pemandangan itu telah wafat.

Dimana mimpi?
Apakah abadi?
Pergi, pergi jauh dari sisiku
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

4 Response to "MIMPI DAN ABADI"

  1. Anonim Says:
    16 Agustus 2009 pukul 06.49

    hidup berawal dari mimpi......

  2. ciptanirmala says:
    17 Agustus 2009 pukul 02.04

    gW SuKA gAya LOe Cuy! TaPi Ni Sape?

  3. Anonim Says:
    17 Agustus 2009 pukul 16.33

    EviL InsiDe....

    Jangan kebanyakan mimpi ntar ga da yang bisa diraih susah juga...malah jadi terbelit mimpi untuk selamanya...
    lepas dari kenyataan bahwa idup tu ga selamanya seperti yang di impikan...ga seperti dalam mimpi...

  4. ciptanirmala says:
    6 September 2009 pukul 03.42

    wElEH2... KALO GA MIMPI, GADA USAHA...

Posting Komentar

blog ini memiliki kutukan, jika anda tidak memberikan komentar setelah membaca blog ini, maka anda akan mengalami sembelit 7 turunan... makanya komen yax! *fufufu... tertawa licik*