CINTA SEJATI ADALAH PETARUNG WAKTU
Melepasmu, adalah sayap tanpa kepak
Mencintaimu, membuatku ingin terus mengepakkan sayapkuMenunggumu, akan kulakukan, meski sayapku rapuh terhunus waktu Ini bukan cerita semusim, karena sang waktu dengan bengisnya begitu cepat membiarkan langit mengganti selimutnya. Entah berselimutkan awan kelabu atau terik sinar mentari. Terkadang itu terasa sama saja, karena ketika sang waktu tidak bisa menghentikan jatuhnya pasir waktu, dia tidak pernah kembali di sisiku. Sang waktu, bisakah kau menjatuhkan pasir waktu penuh keajaiban untukku? karena entah sudah berapa musim yang aku lalui untuk menunggunya. Entah sudah berapa musim... Aku melihat kalender dengan teliti. Satu minggu lagi hari valentine, dua bulan lagi aku akan co ass, aku tidak tahu kapan, dia akan pergi lagi dari pulau ini. Dan sekarang, aku tahu aku harus mengusahakan segala hal untuk menemuinya. Aku pun mengirimkan sms untuknya, dan apa kau tahu? Dia akan meluangkan waktunya untukku. Sehari sebelum valentine. Sang waktu, apakah pasir waktu telah mengijinkan ragaku untuk menumbuhkan sepasang sayap di punggungku? Entah berapa kali aku memimpikan datangnya hari ini. Hari dimana aku bisa memberikan sekotak coklat untuk orang yang tepat. Hari dimana aku bisa bertemu dengan orang yang entah berapa musim tidak pernah aku lihat. Aku pun berkali-kali menatap wajahku di depan cermin. Apakah ada hal yang akan membuatnya memalingkan muka? Apakah ada hal yang membuatnya berhenti bicara? Apakah aku bisa berbicara sewajarnya saja? Ketika memikirkannya saja sudah membuat degup jantungku seakan mematahkan rusukku.
Karena terlalu lama memandang wajahku di cermin, aku pun tidak menyadari jika ini sudah jam setengah tujuh! Hapeku pun menunjukkan ada satu sms yang aku terima. Duh, jangan2 dia marah dan akan membatalkan pertemuan
ini! Dengan pasrah aku membuka sms itu...Dimana? Aku udah nyampe. Siaaal!!! Padahal aku yang mengajaknya bertemu tapi malah aku yang terlambat. Aku pun dengan tergesa-gesa mempersiapkan segalanya. Ketika tiba di tempat
makan itu aku pun meliarkan pandanganku kemana-mana, tapi ternyata dia tidak ada. Aku sempat berpikir dia akan marah lalu memilih untuk pulang saja. Aku pun melangkah ke dalam dan ternyata di sudut tempat makan itu aku melihatnya! Ya! Meski dia membelakangiku tapi aku tetap mengenalinya! Karena punggung
itu adalah punggung yang pernah melindungiku dari hantaman hujan. Dan punggung itu, adalah tempat tumbuhnya sepasang sayap yang pernah membawaku terbang menghantam langit dan mendekap waktu dalam bingkai beku rindu. Aku tidak pernah sedikit pun melupakannya. ”sori, uda lama ya?” aku menyapanya dengan agak grogi”baru 5 menit kok” suaranya terdengar grogi juga Aku pun duduk di depannya dan mengatur irama napasku, meski irama jantungku tidak bisa diatur sedikit pun. Setelah sekian lama tidak bertemu, entah kenapa aku dan dia sama-sama terlihat canggung, aku pun berusaha membuka percakapan, entah menanyakan bagaimana kabarnya atau pekerjaanya. Awalnya aku sempat berpikir ini akan menjadi percakapan satu arah, aku yang banyak bertanya tapi dia hanya akan menjawab iya atau tidak. Tapi, dugaanku salah. Dia banyak bertanya tentang kabarku, dia banyak bercerita tentang pekerjaanya, tugas akhirnya dulu, tentang banyak hal. Aku tidak menyangka waktu yang kami habiskan di situ cukup lama. Akhirnya sang waktu mengatur butir-butir pasir waktu itu agar berjatuhan lebih lambat, agar aku lebih lama merasakan keajaiban ini. Sang waktu, bolehkah aku mengabadikan hari ini, dalam bingkai beku keabadian? Setelah melihat aku selesai makan dalam waktu yang cukup lama, akhirnya dia memutuskan untuk segera pulang karena sudah malam. Aku pun menyerahkan sekotak coklat spesial itu untuknya. Syukurnya dia menerimanya. Dan Tanpa pernah kuduga sebelumnya, dia langsung pergi ke kasir dan menraktirku, padahal dari ceritanya dia belum dapat gaji. Aku sudah menolak berkali-kali tapi akhirnya aku kalah, dan aku pun berjanji akan menraktirnya nanti, jika aku sudah yudisium. Sesampainya di parkiran, aku baru menyadari kalau aku memarkir motorku di sampingnya, hehehe. Di luar dugaan lagi, ternyata dia menungguku sampai motorku benar-benar bisa keluar dari parkiran dan membayar uang parkirku juga. Duh, sepertinya keajaiban hari ini terlalu berlebihan. Apakah ini mimpi? Jika ini kenyataan, hunuslah aku di sini sang waktu, aku sudah siap mati bahagia di sini. Sang waktu selalu menjadi saksi bisu bahwa aku pernah menjadi seseorang yang bertahta agung di hatinya, tapi aku juga pernah menjadi seseorang yang dianggap tidak ada sama sekali. Apa aku menyerah begitu saja? Tidak. Aku selalu menunggunya dengan penuh keyakinan. Aku yakin, aku tidak pernah salah menunggu seseorang. Dan itu adalah dia. Sang waktu, jika kau harus menjatuhkan butir-butir pasir itu dengan cepat, lakukan saja. Tapi jangan pernah berharap jika perasaan ini bisa kau hunus begitu saja. Karena perasaanku, adalah sepasang kepakan sayap petarung waktu.
Read Users' Comments (7)


















